Jumat, 17 Juni 2011

TRAWL , PUKAT HARIMAU / LONG BEACH SET NET SEMAKIN MARAK DIPULAU SUMATERA PERUSAK TERUMBU KARANG DAN BIOTA LAUT LAINNYA

TRAWL , PUKAT HARIMAU / LONG BEACH SET NET  SEMAKIN MARAK DIPULAU SUMATERA PERUSAK TERUMBU KARANG DAN BIOTA LAUT LAINNYA
Thema : Kembalikan Hasil Lautku Seperti Semula, Sumber Kehidupan Anak     Nelayan
Artikel : roy andre

Trawl atau dikenal dengan sebutan pukat harimau,LONG BEAGH SET NET /Jaring katong besar dan lain sebagainya  merupakan sebuah alat tangkap ikan yang mempergunakan teknologi modern.
Trawl mulai dikenal ketika revolusi biru muncul menjadi solusi bagi dunia kelautan dan perikanan tahun 60-an, trawl menjadi semakin popular karena mampu melakukan penangkapan ikan dalam jumlah yang sangat besar. Cara kerja trawl (pukat harimau) dalam setiap operasinya menggunakan jarring (pukat) yang diameternya cukup rapat  dengan ukuran 0,5 milimeter. Jarring (pukat) tersebut disebar  dengan mempergunakan tenaga mesin (sering juga disebut nelayan katrol) serta mempergunakan pemberat besi lebarnya 1 meter mirip seperti kura-kura yang membuat jarring (pukat) sampai kedasar laut. Setelah jarring (pukat) dan pemberat besi sampai kedasar laut kapal (boat) dengan berjalan sambil mengulur tali besarnya 4 cm sepanjang 200 meter dan melakukan penangkapan ikan . mengenai pemberat ada beberapa jenis besi baja, papan dan yang lain.
Dan biasanya wilayah tangkapannya trawl adalah wilayah pesisir. Karena memang alat ini dibuat untuk diperghunakan dikawasan pesisir atau laut tidak dalam sekitar kedalamannya 5, 10 sampai 20 meter kedalaman laut. Secara umum trawl (pukat harimau)LONG BEAGH SET NET /Jaring katong besar dapat diklasifikasikan tiga bentuk yaitu : trawl yang mini menggunakan mesin satu piston ciandong 30 pk buatan cina, dan pemakaian mesin kapasitas besar enam piston, delapan piston /100 GT, seperti PI di gabion belawan kota medan sumatera utara dan diindonesia trawl pertama kali dikenal ketika belanda menggunakannya sebagai sarana untuk meneliti bidang kelautan. Kemudian setelah Indonesia merdeka, angkatan laut Indonesia mempergunakannya. Sebagai alat riset. Karena kemampuannya trawl mampu melakukan penangkapan ikan, hingga timbul pemikiran untuk memodifikasi sebagai alat tangkap ikan yang mampu melakukan penangkapan dalam jumlah yang sangat besar. Gagasan ini dilatar belakangi adanya upaya pemerinta ketika itu untuk mendorong moderennisasi perikanan dengan alas an karena mampu meningkatkan pendapatan nelayan pada khusunya neklayan tradisionil. Dengan latar belakang tersebut akhirnya keluarlah kebijakan pemerintah dengan memberi bantuan kredit bagi nelayan tradisional untuk memodernisasi alat tangkap, melalui bantuan kredit tersebut. Program kredit pada awalnya memang berjalan dengan baik. Sehingga wialyah laut kita dipenuhi dengan operasi trawl denga hasil tangkapan yg cukup besar dan mencapai puncak kejayaannya ditahun 1970-1980. namun disisi lain trawl memunculkan berbagai persoalan yang berbuntut dengan dikeluarkan KEPPRES NO. 39 tahun 1980 dimana isinya menghentikan dan melarang trawl sebagai alat tangkap ikan dan beroperasi diwilayah perairan Indonesia. Sejalan dengan Intruksi Presiden NO. 11 tahun 1982 dan SK Mentri pertanian NO. 503/ KPTS/UM/7/1980 tentang langkah-langkah pelaksanaan penghapusan jarring (pukat) trawl tahun pertama dan juga didukung dengan surat edaran mahkama agung NO. 3 tahun 1988 yang diperuntukkan bagi hakim seluruh Indonesia yang menyidangkan kasus trawl agar memberikan sangsi yang berat bagi siapa saja yang kedapatan mempergunakannya maupun menyimpannya.Hasil pantauan Asosiasi Swara wartawan Demkrasi (ASWD) disumatera utara penegakan hukum (law enforcement) dilaut tentang trawl, pukat harimau (PI).yang beruba nama yaitu LONG BEACH SET NET/JARING KATONG BESAR sesui  peraturan pemerintah no 142 tahun 2000 tentang tarip atas jenis penerimahan Negara bukan pajak yang berlaku pada dinas kelautan dan perikanan ya memeng sah akan tetapi mereka yang jelas nama katrol /pukan harimau masih lemah alias jalan ditempat. Buktinya trawl masi berkeliaran semakin marak disumatera utara yaitu di gabion belawan dan semakin mengsengsarakan nelayan tradisionil di pesisir lautindonesia,  terutama pesisir pantai timur dan barat. Pada umumnya masyarakat nelayan tradisionil disumatera utara menolak dengan tegas pukat trawl (pukat harimau) beroperasi di perairan laut indoneisa dan semakin marak. Bentuk protes dari berbagai masyarakat nelayan tradisionil akhir-akhir ini bermunculan seperti nelayan pantai labu kabupaten deli serdang, jarring halus, brandan kab. Langkat, kab. Asahan, kab. Serdang bedagai, kab. Sibolga, tanjung balai akan tetapi belum ada respon sama sekali dari pemerintah. Sementara sudah banyak yang menjadi korban akibat pertikaian tersebut. Hingga mencapai 150 orang lebih atas dasar tersebut Asosiasi Swara Wartawan Demokrasi (ASWD) menyikapi dengan pandangan sebagai berikut : trawl atau sebutan pukat harimau dan lain-lain yang sangat berbahaya baik dari segi lingkungan social dan ekonomis. Alat tangkap trawl membawa resiko terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah pesisir pantai dimana alat tangkap ini dioperasikan membawa dampak terhadap lingkungan seperti : penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) atau melebihi ambang batas penangkapan atau MSY (maksimum Sustainnable Yield) dan menyebabkan terjadinya kerusakan dasar laut seperti planton atau terumbu karang dan berkembang biaknya biota laut seperti ikan, udang dan lainnya. Akibat penggunaan pemberat besi, baja dan papan yang mengkeruk yang rata-rata menyapu bersih tiap trawl beroperasi juga. Merusak dan menghabat pertumbuhan biota laut seperti anak-anak ikan dan biota laut lainnya dikarenakan penangkapan biota laut yang bukan menjadi target (baycatch), seringkali ikan, udang yang sudah mati ditangkap dan dibuang kembali kelaut, bahwa jumlah bycatch (organisme yang bukan target dan akhirnya dibuang) antara 6 hingga 15 kali dari berat yang ditargetkan (udang, scallops dll) yaitu sekitar 39000-75000 ton setiap tahun. Kondisi ini tentu saja merusak rantai dan system ekologis (termasuk turbidity ) dilaut disamping implikasi social ekonomi kepada masyrakat nelayan tradisionil. Meskipun banyak modifikasi alat tangkap untuk mengeluarkan bycatch tersebut tidak efektif sama sekali. Berbagai dampak tersebut pada gilirannya akan membuat terjadinya ketidak seimbangan ekosistem diwilayah laut dipesisir pantai. Penelitian yang pernah dilakukan marine conservation biologi institute (MCBI) yang berkedudukan di amerika yang melibatkan 17 pakar kelautan dari amerika, Australia, selandia baru, kanada pada tahun 1986 yang hasil penelitiannya terangkup dalam laporan MCBI menemukan bahwa trawl sangat merusak, seperti yang dinyatakan ELLIOTA, NORSE presiden MCBI ketika membacakan hasil penelitian dalam sebuah pertemuan mengatakan “bahwa pengerusakan dasar laut mempunyai dampak yang lebih besar terghdap dunia secara global, misalnya kita harus memulikan kehidupan dasar laut yang telah rusak akiibat pengoperasian trawl paling tidak 150 kali lebih lama dari memulihkan hutan. Laporan lain yang juga menyatakan trawl merusak terungkap dalam pernyataan teddenson, presiden amerika ocean campaign (AOC) berdasarkan penelitian mengatakan : trawl adalah alat penangkap ikan dengan menggunkan jarring yang diletakkan disamping kapal atau boat dan ditarik dengan menggunakan katrol, hal ini memungkinkannya menjadi alat tangkap komersil yang paling besar didunia, sasaran utama adalah udang, minyak, ikan dan gepeng. Tetapai menggunkan alat tangkap trawl harus dibayar mahal akibat kerusakan tersebut. Elliot norse dan watling (akhir 1998) menyimpulkan bahwa efek trawl seluruh dunia setiap tahun adalah kongo, brazil dan India.
Dalam bidang ekonomi menurut kami trawl antara lain : membuat terjadi monopoli penangkapan ikan yang dilakukan oleh pemilik kapal (BOAT ) trawl atau pukat hariamu. Dilokasi tangkapan nelayan tradisionil menjadi rusak disapu habis oleh trawl (pukat harimau),  hingga penyebab terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan kecil/ tradisionil dan terjadinya persaingan yang tidak sehat antara trawl denga nelayan kecil/ tradisionil maupun sesama pemilik trawl (pukat harimau). Sementara berdampak social yang ditimbulkannya terus terjadi antara pemilik trawl dengan nelayan tradisionil dengan alasan tersebut koordinator DPP ASDW SUMATERA Roy Andre dengan berbagai penilain yang harus dilakukan pemerintah pusat adalah trawl atau sebutan Pukat harimau / LONG BEACH SET NET/JARING KATONG BESAR harus dihapuskan dan mencari alat tangkap yang ramah lingkungan (ramli) dan  menjamin hak nelayan tradisionil dengan pengakuan terhadap milik laut, hak pemanfaatan dan hak untuk turut terlibat langsung dalam setiap pengaturan sumber daya pesisir dan laut, juga ditetapkan pembagian wilayah penangkapan nelayan tradisionil dengan modern yang didukung dengan penegakan hokum secara tegas dan bertanggungjawab dan memberikan pembinaan dalam hal managemen. Pemasaran dan bantuan dana (bila memang dibutuhkan) dengan mekanisme yang jelas dan bukan untuk pengusaha yang menagatsnamakan pemberdayaan nelayan kecil. Asosiasi Swara Wartawan Demokrasi (ASWD) bersama seluruh nelayan tradisionil Indonesia meminta kembalikan lautku seperti semula. Sumber kehidupan anak nelayan. Dan mari kita berusaha meningkatkan kesejahteraan nelayan sekaligus menjamin kelestarian sumber ikan walaupun berat harus kita tegakkan supermasi hokum dilaut. Bahwa hari ini kita sebgai putera puteri Indonesia yang masih diberikan kesempatan agar sama-sama mencari solusi penggunaan alat atangkap yang ramah lingkungan (ramli) agar kerusakan sumberdaya laut dan kemiskinan, konflik dan yang lainnya tidak terjadi lagi. Jayalah negeriku terimalah wahai pemimpin-pemimpin negeri ini dan kami sudah tidak punya lagi air mata karena sudah banyak penderitaan kami yang kami hadapi selama ini………
Salam demokrasi…..
Merdeka…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar